Powered By Blogger

Monday, October 13, 2014

Hiburan



Pink Floyd Era Album Dark Side of The Moon (1973).Dokumentasi : Google.com
Pink Floyd,Sang Legenda Psychedelic 

Tangerang Selatan - Siapa yang tidak tau band Psychedelic lawas bernama Pink Floyd. Band yang mulai menancapkan kuku nya pada dekade 60an ini sangat mempengaruhi aliran musik Psychedelic hingga abad milenium seperti sekarang ini. Perjalanan karir yang panjang dan penuh lika liku dilalui dengan kerja keras. Dalam kesuksesan Pink Floyd dibagi dalam tiga fase utama yang satu dan lainnya tidak dapat dipisahkan. Pertama di awal terbentuknya band itu, di bawah kepemimpinan Syd Barrett.  Kedua setelah Barrett meninggalkan band itu karena emosinya labil dan sakit mental dan kepemimpinan segera diambil alih oleh Roger Waters. Ketiga setelah ketiga anggotanya berseteru dan bermusuhan dengan Roger Waters, dan akhirnya ganti David Gilmour memimpin Pink Floyd.  Periode pertama dan ketiga berlangsung relatif sebentar bila dibandingkan periode ketika mereka menghasilkan sejumlah master piece dengan arahan artistik di bawah Roger Waters.

Menurut pengamat musik , Roger Waters punya andil 70 % dari semua karya Pink Floyd. Meski begitu, harus diakui statistik itu tidak berarti mengesampingkan kualitas sumbangsih keempat anggota lainnya. Ada banyak lagu Pink Floyd yang dengan mudah memperlihatkan virtuositas masing-masing anggota. Contoh peran Richard Wright dalam The Great Gig in the Sky; Dave Gilmour dalam One of These Days, dan Nick Mason dalam Echoes. Jadi meskipun Syd Barrett sudah lama sekali inaktif dan Roger Waters secara menyakitkan kalah di pengadilan, ruh keduanya masih begitu terasa dalam karya Pink Floyd. Bahkan boleh dibilang kedua orang itu senantiasa menghantui Pink Floyd dan menjadi patokan bagi setiap karya mereka. Karya, reputasi, dan sosok mereka mustahil tumbang hanya oleh kegilaan maupun arogansi dan egoisme.

"Kami tak pernah berhasrat ingin jadi terkenal ataupun bintang rock 'n' roll," kata Richard Wright. Di awal formasi sebagai band kampus Regent Street Polytechnic, bisa jadi niat itu jujur. "Kami lebih ingin jadi seniman daripada musisi rock," kata Nick Mason dalam BBC 7 Ages of Rock bagian 2. Dari latar belakang keluarga, semua anggota Pink Floyd berasal dari golongan kelas terdidik-mapan. Kemakmuran sudah menjadi bagian mereka sejak orok. Jadi mereka lebih butuh aktualitas atau keinginan mencapai status baru yang prestisius.

Richard Wright sendiri, misalnya, jauh lebih terpengaruh Miles Davis (pemain trumpet & komposer jazz terkemuka) dibanding pemain piano/keyboard dari ranah rock. Album debut mereka, The Piper at the Gates of Dawn (Agustus 1967), juga tampak merupakan album rock yang nyeleneh daripada mudah didengar dan didendangkan. Apalagi mereka sejak awal menampilkan instrumental rumit berdurasi cukup panjang, Interstellar Overdrive (9,41 menit), dan nanti ditradisikan di album ke-2, dengan A Saucerful of Secrets (12 menit.) Mana ada grup rock biasa berani melakukan terobosan seperti itu? Kecenderungan itu sudah agak lain bila dibandingkan dengan pendekatan The Beatles yang tengah sedang populer.

"Kami memainkan musik yang sulit dipahami perusahaan rekaman," papar Wright. Tapi lepas dari itu, eksperimen dan jangkauan musik mereka sungguh luar biasa. Bila mula-mula mereka main di klub underground, lama mereka mengemuka, jadi pionir, dan sangat berpengaruh. Merekalah bapak dari genre psychedelic rock, art rock maupun progresif rock. Dan lebih dari itu semua, keberhasilan mereka secara komersial nyaris tak tertandingi oleh grup mana pun yang sealiran mereka.

Gabungan musik mereka---blues, rock, jazz, bunyi-bunyi "aneh"---kerap bernuansa depresif, bahkan disisipi oleh jeritan atau lolongan orang, belum lagi raungan gitar, timpalan bebunyian dari keyboard, dentuman bass, juga suara-suara kehancuran dari simbal dan tempo yang bikin gelisah dari drum. Lagu seperti "Shine on your crazy diamond", "Echoes", "Interstellar overdrive" merupakan contoh sempurna dari musik Pink Floyd yang kompleks, namun terasa dalam, seakan membawa pendengarnya ke lorong jauh atau melesak ke dalam bawah laut nan mencekam. Tapi sejumlah lagu normal Pink Floyd juga sangat mudah diingat, enak didengar dan didendangkan, misalnya Goodbye bluesky, Wish you were here, dan If (balada), Comfortably numb (bernuansa slow rock yang anthemic), dan yang paling legendaris: Another brick in the wall (part 2).

Wajar ketika EMI pertama kali mengontrak mereka, Pink Floyd digadang-gadang akan mengubah perjalanan musik.Tapi yang pertama-tama terjadi bukanlah sukses gila-gilaan, melainkan kegilaan dalam arti harfiah. Sakit itu menyerang motor mereka, Syd Barrett, mahasiswa seni yang kreatif dan eksentrik. Perilakunya yang aneh dan labil, konon terutama disebabkan oleh kecanduan narkotika jenis LSD yang membuat orang berhalusinasi, membuat riwayat seninya benar-benar tamat. Dalam keadaan labil, misalnya ketika di panggung, Barrett hanya bisa mondar-mandir, membuat bingung teman-temannya yang main musik dengan serius. Sementara massa penonton, yang kerap terpesona oleh mitos dan salah anggap, malah mengira itu bagian dari pertunjukan, senang melihatnya. Antik. Di studio, kadang-kadang Barrett mencoba menawarkan lagu baru kepada teman-temannya, tapi setiap kali latihan, iramanya selalu ganti-ganti dan lama-lama membuat mereka frustrasi. Klimaksnya, Barrett dipecat dan ditinggalkan oleh teman-temannya, terutama atas inisiatif Roger Waters. Untuk menopang gitar dan vokal atas absennya Barrett, mereka meminta teman main gitar Barrett untuk bergabung, namanya David Gilmour.

Kontroversi Roger Waters
Begitu Barrett inaktif, Waters mengambil peran sebagai pengendali utama musik Pink Floyd. Bahkan segera menjadi motor penggerak paling utama. Tapi dia pun rupanya punya trauma dan sifat arogan dan egois berlebihan, yang di puncak pertentangan justru membuatnya jadi seorang desertir. Pink Floyd masa Roger Waters merupakan periode emas. Mereka menghasilkan sejumlah album legendaris yang luar biasa, terutama Meddle, Dark Side of the Moon, Wish You Were Here, Animals, dan The Wall. Namun dominasi Waters akhirnya keterlaluan sampai membuat semua orang di sekelilingnya bermasalah, dan akibatnya memusuhi dia. Waters bahkan pernah memecat Richard Wright usai pembuatan The Wall."Ada pertentangan pribadi yang amat besar antara aku dan Roger, sampai pada titik aku mustahil bisa bekerja sama lagi dengan orang itu. Jadi aku cabut," kata Wright.
Bahkan saudara perempuan Barrett saja bisa bersaksi betapa Waters jadi menyebalkan. Konon, salah satu sebab Waters jadi selfish ialah karena dia kehilangan ayah sejak kecil. Di puncak ketegangan itu, Waters membubarkan Pink Floyd setelah merilis The Final Cut. Tapi rupanya Mason dan Wright---sebagai sesama founding member---menolak prakarsa itu, apalagi David Gilmour dan produser juga ada di belakang mereka. Gilmour sudah bukan anak bawang lagi. Dia telah menjelma sebagai salah satu gitaris rock terhormat sedunia dan lagu ciptaannya maut. Maka peranglah mantan empat sekawan itu di pengadilan, memperebutkan nama Pink Floyd dan harta gono-gininya. Keputusan pengadilan mungkin lebih menyakitkan lagi buat Waters, sebab Mason dan Gilmour memenangi perkara, berhak atas mayoritas lagu band itu, dan lebih penting lagi: mereka yang berhak menggunakan nama Pink Floyd. Waters memboyong semua isi hak cipta album The Wall---hanya berbagi sedikit dengan Gilmour yang ikut menciptakan 1-2 lagu di sana, dan seluruh isi The Final Cut, dan maskot balon babi Pink Floyd.

Bisa jadi keputusan itu fatal bagi Waters. Sebagai brand, Pink Floyd merupakan nama besar. Trio ini terus mentas dan berkarya. Pertunjukan Pink Floyd konon sulit sekali ditandingi karena begitu spektakuler, terutama dari segi visualisasi, efek, teknologi, dan cahaya. Mereka menghasilkan dua album studio A Momentary Lapse of Reason (1987) dan Division Bell (1994)---album terakhir mereka sejauh ini. Di sela-sela itu mereka merilis dobel album live, A Delicate Sound of Thunder dan P*U*L*S*E*, ditambah kompilasi the best, Echoes: The Best of Pink Floyd (2001.) Konser Pink Floyd senantiasa penuh sesak, dan pada 1997 mereka mencatat rekor sebagai salah satu band dengan pendapatan konser terbesar di dunia; puncaknya pada 1994 ketika mereka mencatat rekor mendapat 193,6 juta dolar AS dari 59 kali show.

Sementara itu, pertunjukan paling kolosal Roger Waters bisa jadi waktu dia menggelar konser The Wall - Live in Berlin (1990) di Jerman, untuk memperingati runtuhnya Tembok Berlin delapan bulan sebelumnya. Tapi meski ditonton sekitar 250.000 orang, secara finansial harapan dia gagal---boleh jadi karena awalnya ini merupakan konser amal, sementara penjualan albumnya enggak balik modal. Waters sendiri tetap konsisten mengusung konsep album dalam album solonya, tapi suksesnya hanya biasa saja, jelas sulit bila dibandingkan dengan Pink Floyd.

Perseteruan satu lawan tiga itu ternyata ada akhirnya. Pada 2 Juli 2005 Pink Floyd ikut dalam konser amal Live 8 yang diinisiasi oleh Bob Geldof. Reuni itu sangat bersejarah, dinanti-nantikan semua penggemar Pink Floyd nyaris seperempat abad lamanya, sebab kuatir batal, terutama takut bahwa kebencian Waters pada Gilmour mengemuka dan merusakkan momen itu. Tapi syukurlah, walau di bawah tekanan, mereka sukses reuni untuk membawakan "Breathe", "Money", "Wish You Were Here" dan "Comfortably Numb." Setelah konser para penggemar berharap lebih jauh dari itu; tapi itu agak mustahil. Positifnya, reuni itu memperbaiki hubungan mereka. Nick Mason kembali akur dengan Rogers dan diajak untuk main drum di konser Roger Waters, termasuk ketika dia membawakan seluruh isi album The Dark Side of the Moon di Hyde Park, London.

Jelas karena renta dimakan usia, setelah konser Live 8 itu Richard Wright sakit-sakitan, bahkan batal menghadiri pelantikan Pink Floyd terpilih masuk dalam UK Music Hall of Fame, pada 16 November 2005. Dan kira-kira dua tahun setelah ikut dalam konser David Gilmour Live in Gdansk (Polandia), Wright meninggal dunia pada 26 Agustus 2008. Itulah penampilan terakhirnya di panggung. Dua tahun sebelumnya, pada 7 Juli 2006, Syd Barrett diberitakan meninggal dunia pada umur 60 tahun.
Sekarang Pink Floyd telah jadi jimat dan reruntuhan. Mereka menyisakan warisan yang besar. Tiga anggotanya yang masih hidup sudah pada tua, gemuk, lamban, tapi juga lebih bijak, dan mau mengakhiri karir dengan cara lebih baik. Selain pernah menampilkan sisi gelap kehidupan dalam diri masing-masing, toh berlian-berlian ini tetap bersinar.(Reporter : Azmy Ielman)




Sumber Rujukan
http://id.wikipedia.org/wiki/Pink_Floyd
http://museummusik.blogspot.com/2014/01/profil-dan-sejarah-band-pink-floyd.html

No comments:

Post a Comment